Ferdinand Hutahaean: Negara Yang Kehilangan Pemerintah -->
Cari Berita

Advertisement

Ferdinand Hutahaean: Negara Yang Kehilangan Pemerintah

Rabu, 30 November 2016

Ferdinand Hutahaean RUMAH AMANAH RAKYAT
  
JAKARTA, SHRI.com - Founder Rumah Amanah Rakyat, Ferdinand Hutahaean, mengurai bahwa menurutnya Hari semakin beranjak menuju akhir 2016, bulan terakhir dalam kalender Masehi akan segera tiba tanpa bisa kita halangi. Kita akan memasuki 2017 dalam hitungan puluhan hari, dan itu artinya pemerintahan ini semakin mendekati akhir masa baktinya. 

Namun ironi, kata dia, yang membesar, bangsa, negara bukan semakin baik, namun justru mengalami kemunduran dari sebelumnya dan mengalami masa sulit disegala lini kehidupan berbangsa dan bernegara serta kesulitan dalam kehidupan  sosial bermasyarakat.

Kemunduran Ipoleksusbudhankam

Menurutnya 2 tahun lebih sudah rejim yang dipimpin oleh Presiden RI ke 7 Joko Widodo memerintah. Namun begitu banyak waktu terlewatkan hanya untuk mengurusi kegaduhan demi kegaduhan dan konsolidasi kekuasaan yang tidak kunjung usai.

"Presiden tidak kunjung selesai memetakan lawan dan kawan, akhirnya presiden terbawa kedalam atmosfir pemerintahan yang tidak kuat strukturnya. Bongkar pasangpun terjadi disemua lini demi mengukuhkan kekuasaan yang belum stabil. Kita tidak melihat bangsa berjalan berbasis Ideologi," Ujarnya kepada shri.com, Rabu (30/11/2016).

Isu PKI dan serbuan exodus tenaga kerja asing tanpa dokumen khususnya Cina adalah fakta sahih rejim ini memerintah tanpa ideologi.  Perjalanan politik kita memasuki era paling buruk dalam sejarah. Paling buruk karena logika waras atau logika normal tidak berlaku diera ini. Yang berlaku adalah logika suka-suka dan abnormal. 

"Lihat saja bagaimana Setya Novanto yang mengundurkan diri dari kursi Ketua DPR dan bukan diberhentikan atas hasil putusan sidang MKD, sekarang minta dipulihkan jabatannya sebagai ketua DPR. Hanya logika tidak wajar yang bisa menerima ini," Tukasnya.

Mengundurkan diri, Lanjutnya, kemudian minta duduk lagi. Sungguh lembaga DPR kehilangan kehormatan. Begitu juga dengan Ekonomi, Sosial, Budaya, pertahanan dan keamanan, semuanya mengalami kemunduran. Rejim ini sibuk bekerja membentuk opini semata, sibuk membamgun citra diatas kertas dengan dukungan media yang berkolaborasi politik dengan kekuasaan.

Kekuasaan Yang Semakin Represif

"Dari semua kemunduran dan kegagalan rejim ini, akhirnya memunculkan pergolakan perlawanan terhadap rejim berkuasa, perlawanan yang tidak bersifat kekerasan hingga saat ini. Tidak ada perlawanan keras yang bersifat revolusi hingga kini," Ungkap Ferdinand Hutahaean.

Perlawanan masih bersifat kritik, pandangan dan masukan atas kebijakan tidak tepat yang dilakukan rejim. Kritik dan beberan fakta ke publikpun kini menjadi sasaran represi rejim berkuasa. Dengan revisi super cepat UU ITE, maka kemudian kritik dan beberan fakta kegagalan rejim kemudian akan dengan mudah dibungkam dengan UU ITE. 

"Puluhan situs ditutup tanpa proses peradilan, sebuah sikap otoriter. Sungguh rejim mampu bekerja cepat untuk kepentingan kekuasaan namun bekerja lambat untuk kepentingan negara. Bandingkan dengan revisi UU MIGAS yang sangat mendesak, rejim ini tidak kunjung menyelesaikannya," Imbunhya.

Negara Kehilangan Pemerintah

Dimanapun berada, tambah Ferdinand Hutahaean, seharusnya pemerintah bekerja untuk negara dengan segala kekurangan dan kelebihan. Namun rejim ini lebih terlihat bekerja hanya untuk menyelamatkan kekuasaan yang sesungguhnya tidak perlu diselamatkan andai pemerintah bekerja dengan benar untuk negara semata. 

"Sungguh Indonesia kini adalah negara yang kehilangan pemerintah. Semoga presiden segera menyadari ini karena kita semua ingin membangun bangsa ini dengan basis ideologi Pancasila. Kita tidak ingin habiskan waktu hanya untuk mempertahankan kekuasaan yang tidak perlu dipertahankan," Kuncinya.

(ard94/satria/shri)