Oleh : Hasin Abdullah
Pasca usainya kegiatan diskusi jurnalistik dengan tema “peran pemuda dalam membangun budaya literasi yang progresif” (16/9/16) tepat di sekitar halaman Audit Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diselenggarakan oleh Tongkrongan Pecinta Menulis (TOPLIS) dimoderatori perintis TOPLIS Hasin Abdullah.
Secara substansi kegiatan diskusi tersebut dengan semangat mengupas sebuah tema yang berkorelasi dengan Indonesia yang kian ini mengalami krisis akademisi muda baik di bidan akademik maupun non-akademik. Salah satunya, diskusi mempunyai motif bagaimana peran dan semangat optimisme pemuda bangsa dapat menyuburkan kembali kemajuan budaya literasi.
Ketua TOPLIS, Hasin Abdullah mengatakan, implementasi kegiatan diskusi tersebut sekadar mencoba merakit dan membangun kualifikasi kemampuan analisis bagi pemuda bangsa demi tegaknya dan kemajuan dalam bidang sektor penulisan mapun dari segi kualiatas retorika (public speaking).
Meski organisasi ini bukanlah berupa organisasi yang mengemuka sebagian mahasiswa dari berbagai sektor fakultas berpartisipasi mengikuti apa yang dibahas oleh mereka. Kali ini, para peserta berdatangan untuk mempertanyakan motif kegiatan ini, dan mereka justru mempunyai niatan aktif dalam lingkup kajian TOPLIS.
Padahal tongkrongan pecinta menulis baru muncul sejak ketuanya menduduki kampus selama setengah tahun, dan yang paling antusias masif diperbincangkan rekan-rekan mahasiswa, pertanyaan mendasar muncul dikalangan mahasiswa. Kenapa kajian ini tak dipromosikan. Sedangkan intensi mahasiswa banyak yang ingin ikut belajar dunia kejurnalisan.
Kritisi Budaya Literasi
Mereka memobilisasi teman-temannya untuk membuat kegiatan yang sifatnya bisa membangun kultur dengan baik, tetapi hikmah organisasi ini mampu mengundang sejumlah perhatian publik, meskipun tak mudah terkenal yang paling urgensi mahasiswa ikut termotivasi dengan apa yang kita selenggarakan. Sehingga demikian, secara internal maupun eksternal mampu memancing kalangan mahasiswa ke ruang lingkup literasi.
Namun paling tidak kegiatan diskusi yang diselenggarakan, merupakan suatu langkah progresif untuk mengikut sertakan para penulis sejagat. Untuk berkontribusi kepada pemuda membangun tradisi literasi. Salah satunya membiasakan jiwa pemuda produktif, dalam artian menggunakan budaya literasi serta menghidupkan kualitas public speaking-nya.
Terekam dengan baik oleh sejarah dan akan dibaca oleh generasi selanjutnya. Apa jadinya jika generasi terdahulu tidak mewariskan bahan-bahan bacaan, seperti buku dan penerbitan yang mereka tulis. Apakah kita masih akan mengenal sejarah masa lampau. Jangan sampai sejarah didominasi oleh beberapa intelektual saja, kita harus berkontribusi mencerahkan masyarakat dengan menuliskan sejarah, baik sejarah orang maupun sejarah kita sendiri.
Singkat saja, dengan budaya literasi dapat menyebarkan ilmu kepada masyarakat luas dan bisa menjadi dorongan bagi penulis dan calon penulis. Motivasi untuk berbagi ilmu bisa menjadi dorongan kuat mewujudkan impian kemajuan Indonesia dengan budaya menulis.
Meningkatkan profesi menulis bisa melibatkan kegiatan-kegiatan literasi yang berbaur hukum, politik, ekonomi, dan Islam serta pendidikan. Jenis bidang ini yang menjadi solusi hidup berkemajuan.
Hikmah dari diskusi yang dibahas bisa menambah wawasan bagi masyarakat global, wabilkhusus mahasiswa/i yang masih vakum soal kepenulisan. Sejatinya, pemuda yang aktif dalam dunia akademisi diperlukan untuk terus sosialisasi sehingga akhirnya bisa meningkatkan kesadaran pemuda bangsa.
Penulis: Aktivis Muda PMII Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta