Kasus Pencucian Uang Adik Atut Bukti Dinasti Politik Berbahaya -->
Cari Berita

Advertisement

Kasus Pencucian Uang Adik Atut Bukti Dinasti Politik Berbahaya

Selasa, 27 Desember 2016

ILUSTRASI/FOTO

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) berharap Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) benar-benar serius dalam mengungkap kasus dugaan pencucian uang yang melibatkan adik Ratu Atut yakni Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.

Peneliti ICW Firdaus Ilyas mengemukakan, pengusutan kasus pencucian uang terhadap Wawan, jangan sampai mandeg. Pasalnya, dari hasil telusuran penyidikan KPK, sebenarnya sudah jelas alur kemana uang pencucian uang itu diarahkan atau lewat siapa saja perantaranya.

"Banyak kroni Ratu Atut terlibat dalam proyek infrastruktur, kesehatan. Kroni Atut diduga terlibat di banyak simpul proyek-proyeknya dan mengindikasikan bermasalah," tegas Firdaus, saat dihubungi media, Selasa (27/12/2016).

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan, akan mengusut pencucian uang Wawan termasuk kroninya dengan pendekatan follow the money. Mereka bisa dijerat dengan pasal TPPU pasif yakni, Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Firdaus menegaskan, KPK sepantasnya mengembangkan lebih jauh kasus TPPU Wawan, karena sudah terlihat siapa saja yang dijadikan perantara aliran uang.  Kemudian aliran uang dalam bentuk apa saja juga bisa dideteksi. Tinggal bagaimana KPK dengan sigap mengembangkan kasus.

"Dalam konteks TPPU bisa segera menaikkan kasus ini ke persidangan," tegasnya. 

Dari temuan ICW dan sejumlah lembaga, dalam kurun waktu tiga tahun (2011-2013) di dua instansi, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Bina Marga serta Tata Ruang Provinsi Banten, perusahaan milik keluarga Atut mendapat  52 proyek dengan nilai 723, 4 miliar.

ICW menduga ada dua lapis gurita bisnis keluarga Atut cs. Lapis pertama adalah perusahaan kepemilikan langsung, yang dikendalikan oleh dinasti Atut. Kedua, perusahaan-perusahaan yang diindikasi sebagai bendera atau kamuflase saja.   

ICW mencatat ada sebelas perusahaan yang dimiliki langsung oleh keluarga Atut dan setidaknya ada 24 jaringan perusahaan lain yang berkaitan dengan keluarga Atut cs. Dua puluh empat perusahaan ini selalu menjadi pemenang –atau minimal jadi nomor 2 atau 3. Ini acap kali terjadi dalam lelang tender.

Ada juga indikasi kepemilikan Atut cs di beberapa perusahaan lain yang memegang jasa distribusi elpiji dan Bahan Bakar Minyak. Bahkan,
Dalam kurun 2008 hingga 2013, ICW menemukan 33 proyek yang dimenangkan perusahaan keluarga Atut dengan total nilai proyek 478,728 miliar. Sementara pada Pemprov Banten, perusahaan keluarga Atut memenangkan 19 proyek dengan total nilai proyek 244,604 miliar.

Totalnya ada 52 proyek yang dimenangkan perusahaan keluaraga Atut di Kementerian PU dan Pemprov Banten dengan total nilai kontrak sebesar Rp 723,333 miliar.

Meski korupsi merugikan publik, Firdaus mewanti-wanti, dalam kasus tindak korupsi kroni Ratu Atut, tidak memberikan dampak pembelajaran politik bagi masyarakat. Sehingga perilaku korupsi kroni Atut dan keluarga harus terus diingatkan.  Jangan sampai, masyarakat Banten lupa, bahwa daerah mereka hancur lebur, fasilitas buruk, karena korupsi dan didorong oleh praktek korupsi dinasti politik. 


"Korupsi kroni Atut, membuat hak publik dihilangkan. Ketika kroninya muncul lagi, dengan janji muluk, orang mudah memaafkan dengan janji muluk muluk atau gestur politik yang ramah tamah, kemudian melupakan bahwa keluarganya bagian yang diindikasikan melakukan praktik korupsi yang merugikan publik," tegasnya.

Dihubungi terpisah, Direktur Tangerang Public Transparency Watch (TRUTH), Beno Novit Neang mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus pencucian uang tersangka Tubagus Chaeri Whardana alias wawan yang tak lain adik Ratu Atut.

Beno mengatakan, desain korupsi yang ada di Banten, di era Ratu Atut, terkonsepsi secara keluarga. Terbukti ketika Wawan dan Atut tertangkap tangan secara bersamaan oleh KPK. Kemudian, dari pengembangan kasus, aliran uang dari korupsi itu  mengalir ke kroni keluarga.
Seperti wawan dengan sang istri, lalu Atut dengan anak-anak, adik, hingga keluarga wawan lain. 

"Dari kasus korupsi alat kesehatan,  dari fakta persidangan dan hasil pemeriksaan, Wawan dalam korupsi alkes itu tidak hanya bermain sendiri sebagai pengusaha tapi melibatkan  eksekutif Tangerang Selatan yang kebetulan istrinya Wawan selaku walikota. Itu terbukti dari fakta persidangan dan keterangan saksi yang ada di BAP kasus wawan.   Airin di mention berkali kali namanya, jadi bukan sebagai pelaku pasif. Tapi pelaku aktif disana," ujar Beno, saat dihubungi wartawan, Selasa (27/12).

Beno mengatakan, bukti sederhana dalam pencucian uang Wawan, bisa dilihat dari sitaan KPK berupa barang bergerak dan tidak bergerak, seperti mobil dan sertifikat, yang disita dari Andika Hazrumy, Airin Rahmi Diany, serta Kakak kandungnya yang menjadi Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah.

"Dengan adanya mobil yang disita, sertifikat, yang mengatasnamakan keluarga Wawan dan Atut,  bagian dari konsepsi korupsi yang dilakukan secara keluarga," tegasnya.

Menurut dia, dengan pola korupsi seperti itu, jelas saja memunculkan dinasti politik yang berbahaya karena tujuannya hanya menggemukkan ekonomi keluarga bukan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat Banten. 

"Penerapan politik dinasti di lapangan, adalah pembajakan demokrasi, termasuk di Banten, untuk membuka ruang korupsi," tandas.

Dalam kasus Banten, korupsi dilakukan Adik Kakak secara bersama. Selain itu juga membuka ruang politik menempatkan keluarga lain di posisi strategis seperti menjadi bupati walikota, anggota DPR,  yang outputnya semata menggemukan ekonomi. (RILIS)