Usut Tuntas Kasus Pencucian Uang Dinasti Atut -->
Cari Berita

Advertisement

Usut Tuntas Kasus Pencucian Uang Dinasti Atut

Selasa, 27 Desember 2016

ILUSTRASI/FOTO

JAKARTA - Direktur Tangerang Public Transparency Watch (TRUTH), Beno Novit Neang mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus pencucian uang tersangka Tubagus Chaeri Whardana alias wawan yang tak lain adik Ratu Atut.

Beno mengatakan, desain korupsi yang ada di Banten, di era Ratu Atut, terkonsepsi secara keluarga. Terbukti ketika Wawan dan Atut tertangkap tangan secara bersamaan oleh KPK.

Kemudian, dari pengembangan kasus, aliran uang dari korupsi itu  mengalir ke kroni yang juga bagian keluarga. Seperti wawan dengan sang istri, lalu Atut dengan anak-anak, adik, kakak, hingga keluarga lain. 

"Dalam kasus korupsi alat kesehatan(alkes), dari fakta persidangan dan hasil pemeriksaan, Wawan dalam korupsi alkes itu tidak hanya bermain sendiri sebagai pengusaha tapi melibatkan eksekutif Tangerang Selatan yang kebetulan istrinya selaku walikota. Itu terbukti dari fakta persidangan dan keterangan saksi yang ada di BAP kasus wawan. Airin di mention berkali kali namanya, jadi bukan sebagai pelaku pasif. Tapi pelaku aktif disana," ujar Beno, saat dihubungi wartawan, Selasa (27/12).

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengungkapkan dapat mengusut pencucian uang Wawan dengan pendekatan follow money agar pelaku pasif bisa dijerat Diantara mereka adalah istri Wawan yang menjadi Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rahmi Diany, kemudian keponakannya Andika Hazrumy menjabat anggota DPR RI, serta Kakak kandungnya yang menjadi Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah.

Beno mengatakan, bukti sederhana dalam pencucian uang Wawan, bisa dilihat dari sitaan KPK berupa barang bergerak dan tidak bergerak, seperti mobil dan sertifikat, yang disita dari Andika Hazrumy yang kini mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Gubernur Banten, Airin Rahmi Diany Walikota Tangerang Selatan, serta Kakak kandungnya yang menjadi Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah.

"Dengan adanya mobil yang disita, sertifikat, yang mengatasnamakan keluarga Wawan dan Atut,  itu bagian dari konsepsi korupsi yang dilakukan secara keluarga," tegasnya.

Menurut dia, dengan pola korupsi seperti itu, jelas saja memunculkan dinasti politik yang berbahaya karena tujuannya hanya menggemukkan ekonomi keluarga bukan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat Banten. 

"Penerapan politik dinasti di lapangan, adalah pembajakan demokrasi, termasuk di Banten, untuk membuka ruang korupsi," tandas dia.

Dalam kasus Banten,  kata Beno, korupsi dilakukan Adik Kakak secara bersama. Selain itu juga membuka ruang politik menempatkan keluarga lain di posisi strategis seperti menjadi bupati walikota, anggota DPR,  yang outputnya semata menggemukan ekonomi.
 
Indonesia Corruption Watch (ICW) berharap Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) benar-benar serius dalam mengungkap kasus dugaan pencucian uang yang melibatkan adik Ratu Atut yakni Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.

Dihubungi terpisah, Peneliti ICW Firdaus Ilyas menambahkan, kasus pencucian uang terhadap Wawan, jangan sampai mandeg. Dari hasil telusuran penyidikan KPK, sebenarnya sudah jelas alurnyam kemana uang pencucian uang itu diarahkan atau lewat siapa saja perantaranya.

"Dari hasil penyidikan itu kan sebenarnya bisa terlihat. Banyak kroni Ratu Atut terlibat dalam proyek infrastruktur, kesehatan. Kroni Atut diduga terlibat di banyak simpul proyek-proyek, dan bermasalah," tegas Firdaus, saat dihubungi media, Selasa (27/12).

Firdaus menegaskan, KPK sudah sepantasnya mengembangkan lebih jauh kasus TPPU Wawan, karena sudah terlihat siapa saja yang dijadikan perantara aliran uang.  Kemudian aliran uang dalam bentuk apa saja, tinggal bagaimana KPK dengan sigap mengembangkan kasusnya.

"KPK bisa Melihat siapa saja yang terlibat, atau dalam konteks TPPU menaikkan kasus ini ke persidangan," tegasnya. 

Dari temuan ICW dan sejumlah lembaga, dalam kurun waktu tiga tahun (2011-2013) di dua instansi, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Bina Marga serta Tata Ruang Provinsi Banten, perusahaan milik keluarga Atut mendapat  52 proyek dengan nilai 723, 4 miliar.

Setidaknya ada dua lapis gurita bisnis keluarga Atut cs. Lapis pertama adalah perusahaan kepemilikan langsung, yang dikendalikan oleh dinasti Atut. Kedua, perusahaan-perusahaan yang diindikasi sebagai bendera atau kamuflase saja, misalnya punya afiliasi dengan jaringan bisnis. 

ICW mencatat ada sebelas perusahaan yang dimiliki langsung oleh keluarga Atut dan setidaknya ada 24 jaringan perusahaan lain yang berkaitan dengan keluarga Atut cs. Dua puluh empat perusahaan ini selalu menjadi pemenang –atau minimal jadi nomor 2 atau 3. Ini acap kali terjadi dalam lelang tender.

Bahkan, Dalam kurun 2008 hingga 2013, ICW menemukan 33 proyek yang dimenangkan perusahaan keluarga Atut dengan total nilai proyek 478,728 miliar. Sementara pada Pemprov Banten, perusahaan keluarga Atut memenangkan 19 proyek dengan total nilai proyek 244,604 miliar.

Totalnya ada 52 proyek yang dimenangkan perusahaan keluaraga Atut di Kementerian PU dan Pemprov Banten dengan total nilai kontrak sebesar Rp 723,333 miliar. Di tahun 2012, sebanyak 24 perusahaan yang diindikasi milik keluarga Atut telah menang 110 proyek dengan total nilai 346,287 miliar. 

Firdaus mewanti-wanti, dalam kasus tindak korupsi kroni Ratu Atut, tidak memberikan dampak pembelajaran politik bagi masyarakat. Sehingga perilaku korupsi kroni Atut dan keluarga harus terus diingatkan karena berkaitan dengan nilai.

"Masyarakat Banten seolah lupa, bahwa daerah mereka hancur lebur, fasilitas buruk, karena korupsi dan didorong oleh praktek korupsi dinasti politik," tegas Firdaus.

Dalam konteks pilkada, masyarakat Banten seakan lupa dan kemudian tidak melihat korupsi kroni Atut sebagai persoalan besar. Untuk itu, pemberantasan korupsi oleh KPK harus massif. Harus ada efek jera higga menyentuh ke akarnya tidak hanya di permukaan tapi mendasar.

"Korupsi kroni Atut, membuat hak publik dihilangkan. Ketika kroninya muncul lagi, dengan janji muluk, orang mudah memaafkan dengan janji muluk muluk atau gestur politik yang ramah tamah, kemudian melupakan bahwa keluarganya bagian yang diindikasikan melakukan praktik korupsi yang merugikan publik," tegasnya. (RLS)